Rencana Erick Bubarkan 7 BUMN ‘Hantu’, DPR: Kok Lamban?
Jakarta, CNBC Indonesia – Komisi VI DPR RI akan membahas kendala penutupan Badan Usaha MIlik Negara (BUMN) yang sudah lama tak beroperasional dalam Panitia Kerja (Panja) Komisi VI. Pembahasan ini bersamaan dengan pembahasan mengenai restrukturisasi dan penyehatan BUMN.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung mengatakan pembentukan panja ini dilakukan untuk membahas kendala-kendala sulitnya menutup perusahaan BUMN yang tak lagi memiliki prospek bisnis.
“[Perihal penutupan BUMN tak operasional] Kita akan dalami di Panja Restrukturisasi dan Penyehatan BUMN di Komisi VI DPR RI,” kata Martin kepada CNBC Indonesia, Selasa (28/9/2021).
Masalah sulitnya menutup BUMN ini sebelumnya sempat diutarakan oleh Anggota Komisi VI dari Fraksi PDI Perjuangan Darmadi Durianto.
Dia mempertanyakan kendala apa yang membuat hingga saat ini, setidaknya tujuh BUMN, masih belum ditutup.
“Yang hantu ada tujuh yang sering dibicarakan, sudah lama kan nggak bisa dilikuidasi. Mohon Pak Menteri bisa kasih kita tahu bahwa sebetulnya masalahnya ada dimana sebetulnya,” kata Darmadi, dalam Rapat Kerja, Rabu (22/9/2021).
Menurut dia upaya yang dilakukan ini terkesan lamban, padahal perusahaan-perusahaan ini sudah tidak memiliki prospek bisnis.
“Kalau di perusahaan-perusahaan biasa kan langsung aja kita likuidasi kalau sudah parah, nggak ada prospek. Tapi ini ko terkesan lamban, apa ada masalah di mana yang paling krusial,” ungkap dia.
Menanggapi hal tersebut Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan perusahaan-perusahaan tersebut dinilai sudah tidak memiliki proses bisnis dan seharusnya sudah ditutup. Namun sayangnya kementerian kesulitan untuk melakukan intervensi terhadap perusahaan ini.
Masalah sulitnya menutup BUMN ini sebelumnya sempat diutarakan oleh Anggota Komisi VI dari Fraksi PDI Perjuangan Darmadi Durianto.
Dia mempertanyakan kendala apa yang membuat hingga saat ini, setidaknya tujuh BUMN, masih belum ditutup.
“Yang hantu ada tujuh yang sering dibicarakan, sudah lama kan nggak bisa dilikuidasi. Mohon Pak Menteri bisa kasih kita tahu bahwa sebetulnya masalahnya ada dimana sebetulnya,” kata Darmadi, dalam Rapat Kerja, Rabu (22/9/2021).
Menurut dia upaya yang dilakukan ini terkesan lamban, padahal perusahaan-perusahaan ini sudah tidak memiliki prospek bisnis.
“Kalau di perusahaan-perusahaan biasa kan langsung aja kita likuidasi kalau sudah parah, nggak ada prospek. Tapi ini ko terkesan lamban, apa ada masalah di mana yang paling krusial,” ungkap dia.
Menanggapi hal tersebut Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan perusahaan-perusahaan tersebut dinilai sudah tidak memiliki proses bisnis dan seharusnya sudah ditutup. Namun sayangnya kementerian kesulitan untuk melakukan intervensi terhadap perusahaan ini.
Untuk itu dia meminta kepada DPR untuk bisa memberikan peran kementerian menjadi lebih besar dalam pengelolaan perusahaan pelat merah, terutama dalam hal menutup hingga merestrukturisasi perusahaan. Hal ini diajukan sejalan dengan tengah dilakukannya pembahasan amandemen UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
“Tapi dalam konteks kami diberi kesempatan bersama Komisi VI untuk bisa menutup atau merestrukturisasi, toh kita bersama-sama yang mengawal ini yang saya rasa di rencana UU BUMN itu perlu mendapat penekanan dan power lebih untuk kami melakukan,” kata Erick dalam kesempatan yang sama.
“Tidak semata-mata untuk menambah kekuatan. Tapi di sinilah justru yang ditekankan tadi, tidak lain, kami juga menjadi pressure yang baik untuk para direksi kami,” lanjutnya.
Dia menilai saat ini sudah banyak BUMN yang tidak beroperasi maksimal, bahkan ada yang sudah tidak beroperasi sama sekali, namun hingga saat ini masih belum bisa ditutup.
Sehingga diharapkan dengan amandemen UU tersebut bisa menjadi jalan keluar bagi permasalah tersebut.
Untuk diketahui, rencana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih terus bergulir. Rencana revisi tersebut diinisiasi oleh Komisi VI DPR RI lantaran UU tersebut dinilai butuh penyegaran karena telah berusia 17 tahun sehingga tak lagi sesuai dengan kondisi yang ada saat ini.
Sumber : CNBC Indonesia Jurnalis : Monica Wareza