Kebijakan DMO dan DPO Tidak Boleh Dijadikan Alasan Menekan Harga Sawit di Petani
Jakarta – Kementerian Perdagangan diminta untuk mengawasi penuh penerapan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) minyak sawit.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung menilai kebijakan tersebut saat ini dimanfaatkan sebagian oknum produsen untuk menekan harga tandan buah segar (TBS) di petani.
“Banyak laporan yang saya terima dari petani-petani sawit kita. Mereka mengaku harga sawit turun hingga seribu rupiah dari harga pasaran saat ini. Para pengusaha yang membeli memakai kebijakan DMO dan DPO sebagai alasannya,” terang Martin kepada wartawan, Jumat (4/2).
Legislator dari Fraksi Nasdem ini mengatakan saat ini harga komoditi dunia tengah membaik dan sebagian besar komoditas CPO adalah untuk ekspor.
“Sebenarnya pengusaha sudah mendapat untung yang besar. Dengan kebijakan DMO dan DPO, mereka hanya harus memperkecil margin keuntungan di dalam negeri,” imbuhnya.
Dengan fenomena ini, lanjut Martin, pemerintah melalui tiga kementerian, yaitu Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perindustrian seharusnya duduk bersama untuk mensinergikan permasalahan minyak goreng dari hulu hingga ke hilir.
“Koordinasi tersebut diperlukan agar Harga Eceran Tertinggi (HET) melalui kebijakan DMO dan DPO harus secara bersamaan melindungi konsumen, sekaligus produsen, khususnya para petani sawit kecil” ujar Ketua DPP Partai Nasdem tersebut.
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 6/2022 tentang harga eceran tertinggi (HET) merinci bahwa harga minyak goreng curah sebesar Rp 11.500 per liter, kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan kemasan premium sebesar Rp 14.000 per liter.
Karena itu, Martin juga sekali lagi meminta agar jajaran Kementerian Perdagangan untuk aktif turun ke lapangan.
“Seluruh jajaran, baik eselon 1, 2 dan 3 harus mencek stok gudang dan harga di pasar. Jangan hanya menunggu laporan,” ujar Martin.
“Bagi yang tidak menjalankan Permendag 6/2022, atau yang memanfaatkan Permendag itu untuk menekan harga ke petani, agar dievaluasi izin ekspornya,” pungkasnya.
Sumber: RMOL, Jurnalis: Raiza Andini