
Beberapa hari sebelum Idul Fitri, aku baru melihat akun media sosial mu yang mengabarkan bahwa kau terinfeksi virus Covid-19. Aku pun menulis komentar ‘ringan’: “Kk Bir, cepat sembuh ya!” Dugaan ku, kau masih muda, masih 46 tahun, dan menurut ‘logika Covid’, tubuh mu akan mampu melawan virus itu.
Postingan berikutnya, kau menuliskan bahwa kondisimu sedikit ngedrop, nafas sesak dan batuk bercampur darah. Sekaligus kau meminta doa. Di sini, perasaanku sudah tidak enak.
Aku coba menghubungi mu, tidak ada jawaban. Aku kirimkan pesan WhatsApp pun tidak bisa sampai, walaupun terkirim. Ku cari informasi, ternyata kondisi mu sudah tidak baik. Kabarnya, kau dirawat di RS. Awal Bros, di Batam.
Tak banyak yang aku kenal di Batam. Akan tetapi, semua yang aku kenal sudah aku hubungi untuk menitipkan mu agar kau memperoleh perhatian dan pertolongan terbaik.
Pagi ini, aku membuka mata dan membaca media sosial mengatakan bahwa kau sudah pergi untuk selama-lamanya. Aku seakan tidak percaya, akan tetapi kabar yang ku baca berasal dari akun seorang tim militan mu saat kau menjadi Calon Anggota Legislatif (Caleg) di Partai NasDem DKI Jakarta dulu. Tentu tak mungkin akun itu memberitakan kabar hoax tentang diri mu.
Kehendak Tuhan memang tidak bisa ditawar-tawar, walaupun kita semua sebenarnya masih membutuhkan karya-karya mu.
Pertama mengenal mu adalah lewat tulisan yang bertebaran di media sosial. Aku menikmati tulisan-tulisan mu, seraya berpikir, “Siapa ini orang Batak yang jago menulis ini? Aku ingin berkenalan dengannya.” Singkat cerita, aku mendapat nomormu dan menghubungi mu. Kau pun menjawab. Itulah awal mula komunikasi kita.
Kemudian kita bertemu lagi saat Pilkada DKI Jakarta. Kita mendukung Ahok di front yang berbeda. Kau dengan aktivisme mu di media sosial dan relawan, aku dengan “pasukan” partai NasDem. Ahok kemudian kalah, tetapi kita tak menyesal. Sebab, kita sudah menyatakan sikap dan bekerja yang terbaik untuk kemajuan Jakarta dan Indonesia.
Kemudian, Sekretaris NasDem DKI Jakarta Wibi Andrino memberitahukan bahwa kau mendaftar menjadi Caleg DPRD DKI Jakarta dari Partai NasDem. Aku sangat gembira! Kita bertemu lagi di DPP Partai NasDem dan aku menyemangati mu.
Ku lihat kau bergerak dengan militan, masuk ke warung-warung berbekal gitar. Kau menyambangi berbagai kelompok masyarakat. Luar biasa gerakan mu! Ketika itu, aku mengamati mu dari jauh, sebab aku juga sedang berjuang di Sumatera Utara, daerah pemilihan ku.
Ketika hasil Pemilu 2019 ke luar, kita bertemu lagi. Kau mengucapkan selamat kepada ku dan aku pun mengucapkan selamat kepada mu.
Kau bertanya, “Kok kasih selamat juga buat ku?” Aku jawab, “Bukan soal hasilnya Kk Bir, tapi selamat bahwa Kk sudah berjuang. Sekarang Kk juga tahu bagaimana perjuangan di lapangan politik itu. Aku juga seorang aktivis yang masuk ke politik dan pada Pemilu sebelumnya juga kalah. Kita sama-sama belajar,” kata ku pada mu. Kita sama-sama tersenyum dan aku senang bahwa kau punya mental baja untuk terus berjuang.
Tiga hal yang aku catat dari kepribadian mu adalah kejujuran, keberanian dan kegigihan. Kau bahkan berani mengkritik pemuka agama kita yang menurutmu tidak berperilaku yang patut. Ketika Pandemi Covid-19 mulai menerpa negara kita, kau bahkan secara terbuka mengkritik seorang pendeta yang mengatakan kepada jemaatnya untuk tetap bersalaman dan beribadah dengan keramaian.
Luar biasa! Aku belum tentu memiliki keberanian seperti itu.
Banyak lagi cerita tentang aksi kemanusiaan yang mungkin banyak orang akan menuliskannya, sehingga tidak perlu ku tuliskan lagi di sini.
Selamat jalan Kk Birgaldo Sinaga. Hidup mu dan kepergian mu saat ini adalah kesaksian bagi kita semua. Seperti dikatakan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Roma: “Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi, baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan” (Roma 14:8).