Daging Sapi Melonjak, Anggota DPR Dorong Pemerintah Wujudkan Swasembada Pangan
Jakarta – Kenyataan bahwa Indonesia masih bergantung pada impor tak bisa disangkal. Bisa dilihat dari lonjakan harga di dalam negeri terjadi karena kenaikan harga sapi impor asal Australia. Harga daging sapi kini bahkan telah menyentuh Rp 160 ribu per kg, di mana sebelumnya hanya RP 120 ribu per kg.
Wakil Ketua Komisi VI RI, Martin Manurung mengatakan untuk dapat menyelesaikan persoalan lonjakan daging sapi dalam negeri pemerintah perlu mengambil kebijakan untuk mewujudkan swasembada daging sapi. Untuk jangka pendek, menurutnya pemerintah perlu melakukan subtitusi dengan daging kerbau.
“Langkah tersebut sering dilakukan oleh pemerintah dan berhasil untuk menekan lonjakan harga daging sapi jelang bulan Ramadhan dan hari raya idul fitri. Namun, yang perlu digarisbawahi seharusnya substitusi tersebut hanya di laksanakan dalam kondisi darurat saja,” kata Martin kepada kumparan, Jumat (25/2).
Sementara untuk jangka panjang, Martin menyarankan pemerintah untuk memperbaiki industri hulu peternakan sapi. Mulai dari pengembangan bibit berkualitas sampai pembangunan infrastruktur peternakan.
“Pengembangan pembibitan sapi pada daerah yang mempunyai cukup sumber pakan, terdapat lahan cukup luas untuk membangun pasture (padang rumput) dan mempunyai prasarana transportasi yang cukup baik untuk memperlancar kegiatan distribusinya,” jelasnya.
Selain itu, Martin juga mengatakan pemerintah perlu untuk membenahi administrasi, birokrasi dan transparansi pelaksanaan impor. Hal itu agar didapat data yang akurat terkait ketersediaan pasokan sapi domestik sehingga diperoleh data keperluan impor yang tepat.
“Pembenahan wajib memperhatikan keakuratan data baik ketersediaan pasokan domestik maupun permintaan domestik, sehingga akan diperoleh data keperluan impor yang juga akurat,” ujar Martin.
Lebih lanjut, Martin juga menyoroti operasional peternakan domestik yang sering kali melakukan pemotongan sapi betina produktif. Oleh karena itu dia juga mendorong pemerintah untuk mengendalikan praktik tersebut.
“Seseorang jika sedang membutuhkan uang cenderung untuk menjual apa saja yang dimiliki termasuk sapi betina produktif,” ujarnya.
Sumber: Kumparan